Hukum Perusahaan

A.  Pengertian
Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Pengertian mengenai perusahaan dapat ditemukan pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan bahwa Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan/laba.
menurut Prof. Molengraff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Di sini Molengraff memandang perusahaan dari sudut “ekonomi”;
Hukum yang mengatur tentang seluk beluk bentuk hukum perusahaan ialah Hukum Perusahaan. Hukum Perusahaan merupakan pengkhususan dari beberapa bab dalam KUH Perdata dan KUHD (Kodifikasi) ditambah dengan peraturan perundangan lain yang mengatur tentang perusahaan (hukum tertulis yang belum dikodifikasi). Sesuai dengan perkembangan dunia perdagangan dewasa ini, maka sebagian dari hukum perusahaan merupakan peraturan-peraturan hukum yang masih baru. Apabila hukum dagang (KUHD) merupakan hukum khusus (lex specialis) terhadap hukum perdata (KUH Perdata) yang bersifat lex generalis, demikian pula hukum perusahaan merupakan hukum khusus terhadap hukum dagang.
B.  Unsur-Unsur Perusahaan
Berdasarkan definisi-definisi perusahaan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan yang menjadi unsur-unsur perusahaan yaitu :
1.    Badan usaha
            Badan usaha yang menjalankan kegiatan perekonomian itu mempunyai bentuk hukum tertentu, seperti Perusahaan Dagang (PD), Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero) dan Koperasi. Hal ini dapat diketahui melalui akta pendirian perusahaan yang dibuat di muka notaris, kecuali koperasi yang akta pendiriannya dibuat oleh para pendiri dan disahkan oleh pejabat koperasi.

2.    Kegiatan dalam bidang perekonomian
            Kegiatan ini meliputi bidang perindustrian, perdagangan, perjasaan, pembiayaan yang dapat dirinci sebagai berikut :
  1. Perindustrian meliputi kegiatan, antara lain eksplorasi dan pengeboran minyak, penangkapan ikan, usaha perkayuan, barang kerajinan, makanan dalam kaleng, obat-obatan, kendaraan bermotor, rekaman dan perfilman, serta percetakan dan penerbitan.
  2. Perdagangan meliputi kegiatan, antara lain jual beli ekspor impor, bursa efek, restoran, toko swalayan, valuta asing, dan sewa menyewa.
  3. Perjasaan meliputi kegiatan, antara lain transportasi, perbankan, perbengkelan, jahit busana, konsultasi, dan kecantikan.
3.    Terus menerus
            Kegiatan dalam bidang perekonomian itu dilakukan secara terus menerus, artinya sebagai mata pencaharian, tidak insidental, dan bukan pekerjaan sambilan.

4.    Bersifat tetap
Bersifat tetap artinya kegiatan itu tidak berubah atau berganti dalam waktu singkat, tetapi untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan atau surat ijin usaha, misalnya 5 (lima) tahun, 10 (sepuluh) tahun, atau 20 (dua puluh) tahun.

5.    Terang-terangan
            Terang-terangan artinya ditujukan kepada dan diketahui oleh umum, bebas berhubungan dengan pihak lain, diakui dan dibenarkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Bentuk terang-terangan ini dapat diketahui dari akta pendirian perusahaan, nama dan merek perusahaan, surat izin usaha, surat izin tempat usaha, dan akta pendaftaran perusahaan.

6.    Keuntungan dan atau laba
            Istilah keuntungan atau laba adalah istilah ekonomi yang menunjukkan nilai lebih (hasil) yang diperoleh dari modal yang diusahakan (capital gain). Setiap kegiatan menjalankan perusahaan tentu menggiinakan modal, dengan modal perusahaan diharapkan keuntungan dan atau laba dapat diperoleh karena tujuan utama dari perusahaan adalah memperoleh keuntungan.

7.    Pembukuan
Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan ditentukan, setiap perusahaan wajib membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dalam Pasal 5 ditentukan, catatan terdiri dari dari neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian, atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai kewajiban dan hak-hak lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa subjek hukum perusahaan bisa berupa perorangan atau badan hukum, objeknya bisa berupa benda berwujud atau benda immaterial, dan hubungan hukumnya berasal dari perikatan karena perjanjian atau undang-undang
C.  Dasar Hukum Perusahaan
           Dasar Hukum Perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan Hukum Perusahaan. Pihak-pihak tersebut dapat berupa badan legislatif yang menciptakan undang-undang, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang menciptakan kontrak, hakim yang memutus perkara yang menciptakan yurisprudensi, masyarakat pengusaha yang menciptakan kebiasaan mengenai perusahaan. Dengan demikian, Hukum Perusahaan itu terdiri dari kaidah atau ketentuan yang tersebar dalam perundang-undangan, kontrak, yurisprudensi, dan kebiasaan mengenai perusahaan.

1.    Perundang-undangan
            Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) ,KUH Perdata. Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini.
Perundang-undangan lain yang menjadi sumber hukum:
  • Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
  • PP No. 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan,
  • Undang-undang No. 32 Tahun 2007 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi,
  • Undang-undang No. 33dan 34 Tahun 1964 tentang Asuransi Kecelakaan Jasa Raharja,
  • Undang-undang No. 5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing,
  • Undang-undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
  • Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
  • Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
  • Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
  • Undang-undang No.7 Tahun 1987 tentang Penyempurnaan Undang-undang No.6 Tahun       1982,
  • Undang-undang No.14 Tahun 2001 tentang Paten
  • Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek,
  • Lain-lain.

2.    Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian, arbitase, atau pengadilan umum sekali pun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas. Tentunya kontrak perusahaan ini yang akan memberikan pertimbangan tertentu sekaligus secara jelas akan mempengaruhi putusan. Karena secara jelas semua menyangkut kontak dan ketentuannya telah tercantum dalam kontrak tersebut.

3.    Yurispudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban. Secara otomatis, yurisprudensi ini akan memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan pihak-pihak, terutama bagi mereka yang berusaha di Indonesia.

4.    Kebiasaan
            Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal. Kebiasaan sebagai sumber hukum dapat diikuti pengusaha tatkala peraturan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban tidak tercantum dalam undang-undang dan perjanjian. Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang di kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai tujuan sesuai kesepakatan. Kebiasaan yang biasanya dapat menjadi acuan bagi perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.    Perbuatan yang bersifat perdata
b.    Mengenai hak serta kewajiban yang harus dipenuhi
c.    Tidak bertentangan dengan undang-undang atau sumeber hukum lainnya
d.   Diterima oleh semua pihak secara sukarela  karena telah dianggap sebagai hal yang logis dan patuh
e.    Menerima dari berbagai akibat hukum yang dikehendaki oleh semua pihak

JENIS PERUSAHAAAN

1.    Perseroan Terbatas (PT)

A.  Dasar Hukum:
·         Undang‑undang No.1 tahun 1995 tertanggal 1 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas
·         Undang-undang No.8 tahun 1995 tertanggal 10 November 1995 tentang Pasar Modal

B.  Pengertian
            PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal 1 butir 1 UUPT).
C.  Karakteristik
1.    Pemegang saham PT tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggungjawab atas kerugian PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya (Pasal 3 ayat 1 UUPT).
2.    Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila :
a.    persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b.    pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan iitikad buruk memanfaatkan PT semata-mata untuk kepentingan pribadi;
c.    pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT; atau
d.   pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak langsung) secara melawan hukum menggunakan kekayaan PT yang mengakibatkan kekayaan PT menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang PT (Pasal 3 ayat 2 UUPT).

Ketentuan tersebut di atas merupakan penjabaran dari prinsip “tanggungjawab terbatas” (limited liability) dari pemegang saham, namun demikian undang-undang mengatur bahwa tanggung jawab terbatas tersebut bisa hapus karena keadaan tertentu (Pasal 3 ayat 2 UUPT), sehingga dalam hal keadaan tertentu tersebut terjadi, pemegang saham harus bertanggungjawab penuh secara pribadi, hal tersebut dikenal dengan istilah “piercing the corporate veil” atau “lifting the veil” yang artinya menembus cadar perusahaan atau membuka kerudung.
D.  Jenis PT
            Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam UUPT dan UUPM, maka PT dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu :
a.    PT Terbuka yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 1 ayat 6 UUPT). Menurut UUPM yang dimaksud dengan PT Terbuka atau dalam UUPM disebut Perusahaan Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3 milyar atau suatu jumlah pemegang saham atau modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan  Pemerintah.
b.    PT Tertutup adalah perseroan yang tidak termasuk dalam kategori PT Terbuka.
E. Pendirian, Pendaftaran Dan Pengumuman PT
a.    PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta pendirian dalam bahasa Indonesia yang dibuat secara Notariil;
b.    Akta Pendirian tersebut telah diajukan kepada dan untuk disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (“Menkeh”);
c.    PT memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian disahkan oleh Menkeh;
d.   Direksi wajib mendaftarkan Akta Pendirian berikut pengesahannya dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang‑undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
e.    Direksi wajib mengumumkan pendirian, pengesahan serta pendaftaran Akta Pendirian  dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

F.   Perubahan Anggaran Dasar
  1. Perubahan tertentu Anggaran Dasar PT sebagaimana tersebut di bawah ini harus mendapat persetujuan Menkeh, didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan di Tambahan Berita Negara (Pasal 15 ayat 2 UUPT):
·         nama PT;
·         maksud dan tujuan PT;
·         kegiatan usaha PT;
·         jangka waktu berdirinya PT, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka  waktu tertentu;
·         besarnya modal dasar;
·         pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
·         status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.
2.      Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana dimaksud butir a di atas cukup dilaporkan kepada Menkeh dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan RUPS dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan (Pasal 15 ayat 3 UUPT).
  1. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan.
  2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimna dimaksud dalam butir b di atas mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran.
G.  Ketentuan Peralihan Tentang Perubahan Ad Sesuai UUPT
  1. Akta Pendirian PT yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum UUPT berlaku tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.
  2. Akta Pendirian PT yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya belum disetujui oleh Menkeh pada saat berlakunya UUPT wajib disesuaikan dengan ketentuan UUPT.
  3. Dalam waktu 2 tahun terhitung sejak UUPT mulai berlaku semua PT yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang harus telah disesuaikan dengan ketentuan UUPT.
  4. Dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal 24 Februari 1998, PT wajib melakukan penyesuaian nama. Dalam hal ini, penyesuaian dapat dilakukan antara lain pada saat:
o  PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pertama kalinya sejak tanggal 24 Februari 1998, atau
o  PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah Anggaran Dasar.

H.  Hak-Hak Pemegang Saham
            Hal yang juga tidak kalah pentingnya dalam pembahasan tentang PT adalah hak-hak pemegang saham, terutama hak-hak pemegang saham minoritas. Menurut UUPT, hak-hak pemegang saham adalah sebagai berikut:
a.    mengajukan gugatan terhadap PT ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan PT yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris (Pasal 54 ayat 2 UUPT);
b.    Atas nama PT, apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi atau Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 85 butir 3 dan Pasal 98 butir 2 UUPT);
c.    Atas nama diri sendiri atau atas nama PT , apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat  mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat agar dilakukan pemeriksaan terhadap PT (Pasal 110 butir 3.a. UUPT);
d.   1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat  mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat agar membubarkan PT (Pasal 117 butir 1.b UUPT).

I.     Organ PT
Organ PT terdiri dari:
  1. Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)
  2. Komisaris
  3. Direksi
J.    RUPS
1.    RUPS adalah organ PT yang memegang kekuasaan tertinggi dalam PT dan memegang segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris (Pasal 1 butir 3 UUPT).
2.    Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, RUPS mempunyai kewenangan antara lain :
o  Mengangkat anggota Komisaris dan Direksi untuk jangka waktu tertentu, termasuk untuk memberhentikannya sewaktu‑waktu atau mengangkatnya kembali apabila jangka waktu tertentu tersebut berakhir (Pasal 80 jo Pasal 95 UUPT)
o  Menyetujui perubahan Anggaran Dasar PT (Pasal 14 UUPT).
o  Menyetujui rancangan penggabungan, peleburan dan pengalihan PT (Pasal 102 ayat 3 jo Pasal 103 ayat 3 butir b UUPT);
o  Menyetujui pembubaran PT (Pasal 114 UUPT);
o  Melakukan tindakan lainnya yang tidak diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar serta tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Direksi atau Komisaris (Pasal 1 butir 3 UUPT).

K.  Komisaris
Komisaris adalah organ PT yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan PT (Pasal 1 butir 5 UUPT). Yang dapat diangkat menjadi anggota Komisaris adalah :
a.    orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan
b.    tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu PT dinyatakan pailit; atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan (Pasal 96 UUPT).

L.  Direksi
Direksi adalah organ PT yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan dan tujuan PT serta mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 1 butir 4 UUPT). PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi (Pasal 79 ayat 2). Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah :
a.    orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan
b.    tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan (Pasal 79 ayat 3 UUPT).
Tindakan Pt Berhubungan Dengan Bank
PT Sebagai Nasabah
  1. Kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar PT, maka umumnya tindakan PT untuk membuka rekening pada Bank (e.g.: Giro, Deposito dan/atau Tabungan) cukup diwakili oleh angota Direksi yang berwenang mewakili Direksi, tanpa perlu mendapat persetujuan Dewan Komisaris / RUPS, karena tindakan tersebut termasuk tindakan kepengurusan PT sehari-hari.
  2. Konsekuensinya adalah bahwa anggota Direksi yang berwenang mewakili Direksi PT tersebut berhak pula menentukan karyawan PT atau kuasanya sebagai Authorized Signer atas rekening pada Bank yang bersangkutan.
  3. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam pemberian kuasa tersebut adalah agar kuasa yang diberikan bersifat khusus (tidak bersifat umum), hal demikian mengingat sesuai dengan ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata ditentukan bahwa pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum hanya meliputi perbuatan pengurusan, sementara tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan rekening PT pada Bank pada umumnya termasuk juga tindakan yang meliputi perbuatan kepemilikan. Pemberian kuasa tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam anggaran dasar perseroan.
PT Sebagai Peminjam
  1. Dalam hal PT bertindak sebagai peminjam, maka pada umumnya anggaran dasar PT mewajibkan anggota Direksi yang bersangkutan untuk memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris/RUPS.
  2. Perlu menjadi perhatian adalah bahwa apabila anggaran dasar PT mensyaratkan demikian, maka persetujuan tertulis tersebut agar diperoleh terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya perbuatan tersebut, hal demikian untuk mencegah timbulnya gugatan di kemudian hari dari pihak yang seharusnya memberikan persetujuan  Dewan Komisaris/RUPS) yang mengakibatkan perbuatan tersebut dapat dimintakan pembatalannya di muka hakim.
PT Sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan
  1. Dalam hal PT bertindak sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan, maka pada umumnya anggaran dasar PT yang bersangkutan mewajibkan anggota Direksi yang bersangkutan memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris/RUPS.
  2. Perbedaan akibat hukum bagi PT sebagai Pemberi Jaminan dan PT sebagai penjamin (corporate guarantee) adalah sebagai berikut :
a.    PT sebagai pemberi jaminan yaitu dimana PT menyerahkan suatu asset tertentu milik PT sebagai jaminan untuk jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, berarti pemberian jaminan hanya terbatas pada harta kekayaan PT yang dijaminkan ;
b.    PT sebagai penjamin (corporate guarantee) berarti kekayaan PT seluruhnya secara hukum menjadi jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, kecuali jika disetujui lain oleh para pihak di dalam corporate guarantee tersebut.
Beberapa Istilah Khusus Yang Berhubungan Dengan Pt
Penggabungan/Merger
Satu PT atau lebih menggabungkan diri menjadi satu dengan PT yang telah ada, dimana PT yang telah ada tersebut tetap berdiri sedangkan PT yang menggabungkan diri tersebut menjadi bubar (Pasal 102 ayat 1 UUPT).
Peleburan/Konsolidasi
Satu PT atau lebih meleburkan diri dengan PT yang lain dan membentuk PT baru, dimana seluruh PT yang meleburkan diri tersebut seluruhnya menjadi bubar dan akhirnya membentuk PT baru (Pasal 102 ayat 1 UUPT).
Pengambilalihan/Akuisisi
  1. Satu PT mengambil alih saham yang telah ada atau saham yang akan dikeluarkan oleh PT lain, dengan ketentuan bahwa istilah pengambilalihan / akuisisi umumnya dipergunakan apabila pengambilalihan tersebut mengakibatkan timbulnya pengendalian atas PT yang sahamnya diambilalih (Pasal 103 UUPT).
  2. UUPT tidak mengatur mengenai definisi pengendalian, namun mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal, yang dimaksud dengan “pengendalian” adalah pihak yang secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun, mempengaruhi pengelolaan dan atau kebijakan PT.
Pembubaran PT dan Likuidasi
a.  PT bubar karena (Pasal 114 UUPT):
o  Keputusan RUPS;
o  Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
o  Penetapan Pengadilan.
Direksi Perseroan dapat mengajukan usul pembubaran kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran PT sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan  mengenai pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat 1 dan ketentuan mengenai korum sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UUPT (Pasal 115 ayat 1 & 2 UUPT). Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.(Pasal 115 ayat 3 UUPT). Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud di atas diikuti dengan likuidasi oleh likuidator (Pasal 115 ayat 4 UUPT).
Dalam hal PT bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar, Direksi PT dapat mengajukan permohonan kepada Menkeh untuk perpanjangan jangka waktu tersebut (Pasal 116 ayat 1 UUPT). Namun demikian permohonan perpanjangan jangka waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit tiga per empat bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh tiga per empat bagian dari jumlah suara tersebut (Pasal 116 ayat 2 UUPT).
Pengadilan Negeri dapat membubarkan PT atas :
o  permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat PT melanggar kepentingan umum.
o  permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
o  permohonan kreditor berdasarkan alasan PT tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit atau harta kekayaan PT tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah persyaratan pailit dicabut.
o  permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian PT (Pasal 117 ayat 1 UUPT).
Dalam hal PT bubar, maka PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi (Pasal 119 ayat 1 UUPT). Dalam hal PT sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan kata‑kata “dalam likuidasi” di belakang nama PT (Pasal 119 ayat 3 UUPT). Likuidator dari PT yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua krediturnya dengan surat tercatat mengenai bubarnya PT (Pasal 120 ayat 1 UUPT).
Likuidator bertanggungjawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan (Pasal 124 ayat 1 UUPT). Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham (Pasal 124 ayat 2 UUPT). Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan 22 tentang pendaftaran dalam Daftar Perusahaan dan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 124 ayat 2 UUPT).
Bentuk-Bentuk Khusus Perseroan Terbatas
1.    PT Penanaman Modal Dalam Negeri (“PT PMDN”)
Penanaman Modal Dalam Negeri (“PMDN”) adalah penggunaan daripada kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak dan benda, baik secara langsung atau tidak langsung, untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan Undang -undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang No.12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang‑undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (“UU PMDN”).
2.    PT Penanaman Modal Asing (PT PMA)
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal asing secara langsung yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Perusahaan penanaman modal asing harus suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

3.    PT Persero
            Salah satu bentuk khusus PT adalah Perusahaan Persero.  Namun mengingat Perusahaan Persero merupakan juga bagian dari Perusahaan Negara, maka pembahasan mengenai Perusahaan Persero akan dibahas di Butir B.3 di bawah ini.
4.    PT Sebagai Kelompok Usaha
Pengertian yang umum mengenai suatu kelompok usaha adalah sebagai berikut:
Suatu kelompok usaha pada umumnya memiliki induk perusahaan (parent company) yang merupakan holding company yaitu suatu perusahaan yang tujuannya adalah menguasai saham atau manajemen dari perusahaan yang dimiliki/dikuasainya.
Ketentuan Kelompok Usaha Menurut Bank Indonesia
            Sehubungan dengan belum lengkapnya ketentuan hukum di Indonesia yang mengatur kelompok usaha secara spesifik, maka ketentuan Bank Indonesia yang berlaku saat ini dapat dijadikan acuan dalam menangani kelompok usaha sebagai kelompok peminjam maupun pihak terkait dengan peminjam atau kelompok peminjam.
            Bank Indonesia menetapkan kriteria berkenaan dengan kelompok usaha berkaitan dengan pemberian kredit yaitu ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (“BMPK”) dimana ditetapkan ketentuan mengenai “Kelompok Peminjam” maupun “Pihak Terkait” dari “Peminjam” atau “Kelompok Peminjam”.
Dasar Hukum
  1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 31 Desember 1998 No.31/177/KEP/DIR tentang BMPK sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 2/16/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000.
  2. Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Pengertian
  1. “Peminjam” adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh satu atau lebih lebih penyediaan dana;
  2. “Kelompok Peminjam” adalah sejumlah Peminjam yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan/atau hubungan keuangan.
  3. “Pihak Terkait” adalah Peminjam atau Kelompok Peminjam yang mempunyai keterkaitan dengan Bank karena merupakan:
ü pemegang saham perorangan yang memiliki saham 10% atau lebih dari modal disetor Bank;
ü pemegang saham berbentuk perusahaan/badan yang memiliki saham 10% atau lebih dari modal disetor Bank;
ü anggota Dewan Komisaris Bank;
ü anggota Direksi Bank;
ü keluarga dari pihak-pihak tersebut dalam angka 1, angka 3 dan angka 4;
ü perorangan yang memiliki saham 25% atau lebih dan/atau yang mengendalikan operasional, pengawasan atau pengambilan keputusan, baik langsung maupun tidak langsung, atas perusahaan-perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2;
ü pejabat Bank yang mempunyai fungsi eksekutif, yaitu yang mempunyai pengaruh terhadap operasional Bank dan/atau bertanggungjawab langsung kepada Direksi termasuk pejabat Satuan Kerja Audit Intern dan Dewan Audit;
ü perusahan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak dimaksud dalam angka 1 sampai dengan 7 di atas dengan kepemilikan 10% atau lebih dari modal disetor perusahaan;
ü perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat pengaruh dalam operasional, pengawasan atau pengambilan keputusan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 7 walaupun pihak-pihak tersebut tidak memiliki saham pada perusahaan dimaksud;
ü 10.  anak perusahaan Bank dengan kepemilikan saham Bank lebih dari 25% dari modal disetor perusahaan dan/atau apabila Bank mempengaruhi perusahaan tersebut.

4.      “Pengendalian” adalah:
ü Bank mempunyai hak suara yang lebih dari 50% berdasarkan suatu perjanjian dengan investor lainnya;
ü Bank mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan finansial dan operasional perusahan berdasarkan angaran dasar atau perjanjian;
ü Bank memiliki kewenangan untuk menunjuk atau memberhentikan mayoritas pengurus perusahaan;
ü Bank mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus;
ü Bank memiliki atau mengendalikan sekurang-kurangnya 10% saham dan merupakan pemegang saham terbesar dibandingkan dengan kepemilikan pihak lain dalam perusahaan;
ü Bank dan pihak terkait dengan Bank memiliki jumlah saham lebih dari 50% dari modal perusahaan;
ü Aktivitas utama perusahaan tempat penyertaan adalah untuk memberikan manfaat bagi Bank; dan atau
ü Bank memiliki saham dan merupakan kreditur terbesar dari perusahaan tempat penyertaan.
5.      “Perusahaan Induk” adalah badan hukum yang dibentuk untuk mengkonsolidasikan suatu kelompok usaha dan memiliki saham bank baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kepemilikan lebih dari 50% atau melakukan Pengendalian terhadap Bank.
  1. “Perusahaan Induk di Bidang Keuangan” adalah badan hukum yang dibentuk oleh Perusahaan Induk untuk mengkonsolidasikan seluruh aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang bergerak di bidang keuangan atau yang melakukan Pengendalian terhadap seluruh aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang bergerak d bidang keuangan.
  2. “Perusahaan Anak” adalah badan hukum yang dimiliki atau dikendalikan oleh Bank baik secara langsung maupun tidak langsung yang terdiri dari:
ü Perusahaan Subsidiari yaitu Perusahan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50%;
ü Perusahaan Partisipasi adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% atau kurang namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan.
8.      “Perusahaan Afiliasi” adalah perusahaan anak dari Perusahaan Induk Bank atau dari Perusahaan Induk di Bidang Keuangan.
Karakteristik
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, suatu perusahaan digolongkan sebagai anggota suatu “Kelompok Peminjam” apabila memenuhi salah satu kriteria keterkaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan hubungan keuangan dengan satu atau lebih perusahaan lainnya, yaitu sebagai berikut :
  1. 25% atau lebih dari hak kepemilikan masing-masing perusahaan dikuasai oleh suatu perusahaan atau seseorang atau secara bersama oleh suatu keluarga;
  2. salah satu perusahaan menguasai 25% atau lebih hak kepemilikan perusahaan lain;
  3. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan lainnya yang mempunyai fungsi eksekutif pada salah satu perusahaan, menjadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pejabat eksekutif pada perusahaan lainnya yang berwenang memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan operasional perusahaan;
  4. dalam hal tidak terdapat hubungan kepemilikan dan/atau kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, 2 dan 3 di atas, dua atau lebih perusahaan dianggap sebagai kelompok apabila terdapat hubungan keuangan sebagai berikut:
a.       satu perusahaan bertindak sebagai penjamin penyediaan dana yang diterima oleh perusahaan lainnya;
b.      satu perusahaan memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan lainnya sehingga mengakibatkan adanya pengendalian usaha oleh perusahaan pemberi bantuan.
Ketentuan Kelompok Usaha Menurut Uupm
            Menurut ketentuan UUPM yang masuk kategori PT sebagai kelompok usaha adalah hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama.  Hal tersebut tersirat dalam butir e definisi tentang Afiliasi yang berbunyi sebagai berikut:
a.    hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;
b.    hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut;
c.    hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;
d.   hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
e.    hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau
f.     hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
            Berdasarkan definisi dalam butir e di atas 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama merupakan affiliasi. Sedangkan yang dimaksud Pihak dalam UUPM adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.
Perusahaan Negara
1.    Perusahaan Perseroan (PERSERO)
Perusahaan Perseroan (“Persero”) adalah  Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.9 tahun 1969 tertanggal 1 Agustus 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara (“UU No.9/1969”) yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam UUPT yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung. Tidak termasuk sebagai Persero adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Persero.

2.    Perusahaan Umum (PERUM)
Perusahaan Umum (“Perum”) adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan UU No.9/1969 yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

3.    Perusahaan Jawatan (PERJAN)
Perusahaan Jawatan (“Perjan”) adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan UU No.9/1969 yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan serta tidak terbagi atas saham. Maksud dan tujuan Perjan adalah menyelenggarakan kegiatan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan masyarakat umum, berupa penyediaan jasa pelayanan yang bermutu tinggi dan tidak semata-mata mencari keuntungan.

4.    Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

5.     Yayasan
Istilah “Yayasan” digunakan sebagai terjemahan dari istilah “Stichting” dalam bahasa Belanda dan “Foundation” dalam bahasa Inggris. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota (Pasal 1 ayat 1 UU Yayasan).
6.  Firma
            Firma ini adalah gabungan dari beberapa usaha perseorangan maka kontinuitas akan lebih lama, kemampuan permodalannya akan lebih menjadi besar. Akan tetapi tidak jarang dengan bergabungnya dua orang pengusaha itu justru mengakibatkan perselisihan yang kadang – kadang usahanya menjadi tak terkontrol dengan baik karena sering terjadi konflik antar keduanya.
7. Perserikatan Komanditer (CV)
            Bentuk ini banyak dilakukan untuk mempertahankan kebaikan – kebaikan dari bentuk perseorangan yang memberikan kebebasan dan penguasaan penuh bagi pemiliknya atas keuntungan yang diperoleh oleh perusahan. Disamping itu untuk menghilangkan atau mengurangi kejelekan dalam hal keterbatasan modal yang dimilikinya maka diadakanlah penyertaan modal dari para anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya, yang hanya menyertakaan modalnya saja dalam bisnis itu.
Bentuk ini memiliki dua macam anggota yaitu :
- Anggota aktif (Komanditer Aktif) adalah anggota yang aktif menjalankan usaha bisnisnya dan menanggung segala utang-utang perusahaan.
- Anggota tidak aktif (Komanditer Diam) adalah anggota yang hanya menyertakan modalnya saja. Maka dari itu kertabatas modal perusahaan dapat dihindarkan, sehingga perusahaan akan dapat mencari dan mendapatkan modal yang lebih besar untuk keperluan bisnisnya. Hal ini merupakan salah satu kebaikan dari bentuk Perserikatan Komanditer, dibandingkan dengan bentuk – bentuk lain yang sudah dibicarakan diatas.

Daftar Rujukan
  1. Wikipedia Indonesia
  2. Purwosutjipto, H.M.N., S.H., 1999, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia II: Bentuk-bentuk Perusahaan, Cetakan ke-9, Djambatan, Jakarta.
  3. Rai Widjaya, I.G., S.H., M.A., 2000, Hukum Perusahaan dan  Undang Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang Undang di Bidang Usaha, Cetakan ke-I, Kesaint Blanc, Jakarta.
  4. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum Perdata,  Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
  5. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, ke-19, Kitab Undang Undang Hukum Dagang dan Undang Undang Kepailitan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.






Blogger
Disqus

No comments