Hukum Administrasi Negara Khusus


A.  Instrumen Pemerintah
Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis, seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang menganut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pembuatan instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, menurut Iskatrinah, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut :
1. Syarat-syarat material dalam pembuatan keputusan:
o  Alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang;
o  Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;
o  Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;
o  Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
2. Syarat-syarat formal dalam pembuatan keputusan:
o  Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
o  Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;
o  Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
o  Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
            Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggaraaan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.

B.  Perizinan
            Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah: melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum terhadap masalah yang dimohonkan.
            Mengapa ada izin? karena ada norma-norma yang melarang atau ada norma umum yang melarang. Norma umum yaitu peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU No. 10 tahun 2004 pasal 7 Hirarki perundang-undangan yaitu :
1.      UUD 1945
2.      UU / Perpu
3.      PP
4.      PEPPRES
5.      KEPPRES
6.      PERDA ® PP (peraturan pelaksanaan)

Fungsi dan tujuan perizinan
Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument hokum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan.

Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu (misalnya izin bangunan).
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar pada monument-monumen)
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).
e. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).

 Bentuk- bentuk Perizinan
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, bentuk-bentuk perizinan dibagi atas 4 (empat) yaitu:
1. Dispensasi atau Bebas Syarat
            yaitu apabila pembuat paraturan secara umum tidak melarang sesuatu Peraturan Perundang-Undangan menjadi tidak berlaku karena sesuau hal yang sangat istimewa. Adapun tujuan diberikannya dispensasi itu adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum yang menyimpang atau menerobos Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pemberian dispensasi itu umumnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan.
2. Verguining atau Izin
            yaitu apabila pembuat peraturan secara umum tidak melarang sesuatu perbuatan asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.
3. Lisensi (Licentie)

C.  Azas umum pemerintahan yang baik
            Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Di Indonesian Asas-asas ini tertuang pada UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Asas-asas ini lebih dikenal dengan nama AUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik).

AUPB di ndonesia
  1. Asas kepastian hukum
  2. Asas keseimbangan: penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai.
  3. Asas kesamaan
  4. Asas bertindak cermat
  5. Asas motivasi
  6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan.
  7. Asas permainan yang layak: pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil.
  8. Asas keadilan atau kewajaran.
  9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar.
  10. Asas meniadakan suatu akibat keputusan-keputusan yang batal: jika akibat pembatalan keputusan ada kerugian, maka pihak yang dirugikan harus diberi ganti rugi dan rehabilitasi.
  11. Asas perlindungan pandangan hidup pribadi: setiap PNS diberi kebebasan dan hak untuk mengatur hidup pribadinya dengan batas Pancasila
  12. Asas kebijaksanaan: Pemerintah berhak untuk membuat kebijaksanaan demi kepentingan umum.
  13. Asas pelaksanaan kepentingan umum
Menurut Peraturan Perundang-undangan
Dengan diundangkannya UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dirumuskan sebagai Asas umum Perpenyelenggaraan negara adalah sebagai berikut;
Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam rangka negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara.
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.
Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.
Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


D.  Penegakan Hukum Administrasi
            Negara Indonesia sebagai Negara nasional, maka administrasi negaranyapun adalah administrasi Negara nasional mempunyai kewajiban untuk mempertinggi kepribadian nasoinal Indonesia. Sehingga kebudayaan Indonesia betul-betul mekar dan berkembang., di mana menunjukkan keagungan bangsa. Kepribadian Indonesia adalah kepribadian yang religius, dengan demikian kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang relegius juga. Oleh karena itu fungsi administrasi Negara harus menuju kearah itu, seperti yang di cita-citakan bangsa Indonesia.

Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
Pendapat P. Nicolai hampir sama dengan Teori Berge seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyatakan bahwa intrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi : pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.

            Di samping pendapat kedua diatas Paulus E. Lotulung, mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ektern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasn itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Sedangkan kontrol ektern adalah pengawasan yang dilakukan oleh oragn atau lembaga yang secara organisatoris atau struktural berda di luar pemerintahan.

            Agar Hukum Administrasi Negara tidak stagnan atau mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya, maka ada satu lagi yaitu sanksi. Sanksi disini merupakan bagian penting dalam setiap perundang-undangan. Bahkan J.B.J.M. tan Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari kelancaran atau penegakan Hukum Administrasi. Sanksi akan menjamin penegakan Hukum Administrasi karena sanksi salah satu intsrumen untuk memaksakan tingkah laku para warga Negara pada umumnya dan khususnya instansi pemerintah. Oleh sebab itulah sanksi sering merupakan bagian yang melekat pada nama hukum tetentu.

Sanksi-sanksi yang dimaksudkan di atas antara lain :
Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.
Jenis Sanksi Administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya bestuursdwang, dwangsom), sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif, sedangkan Sanksi Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan,
Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan.
Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan.

Menurut Undang-undang .
            Menurut undang undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang di maksud dengan aparat pemerintah atau Penyelenggaraan Administrasi Negara yang baik adalah :
Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani oleh penduduk, bukan ditakuti.
            Aparat pemerintah yang bermoral, artinya aparat yang : Mempunyai keyakinan diri, keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk tidak dilakukan. Aparat yang dapat mengawasi diri dalam melaksanakan tugasnya, tanpa harus diawasi dari luar. Misalnya dari atasannya atau dari suatu badan pengawas. Mempunyai disiplin diri, artinya menaati dan mematuhi peraturan tanpa paksaan dari luar. Misalnya seorang bendahara mengelola uang Negara , sesuai dengan peraturan tanpa paksaan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
            Aparat pemerintah yang baik, artinya aparat yang : Berada dalam kedudukannya sebagai aparat yang ideal dan fungsional. Aparat yang ideal adalah aparat yang bekerja dengan cita-cita tinggi, bercita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari pemerintah yang ada sebelumnya. Dan aparatur yang fungsional adalah aparat yang menjalankan fungsinya yang ulet, tekun dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jika ia berkerja membumi, maka ia adalah aparat yang fungsional. Aparat yang baik merupakan Bestaandvoorwaarde artinya syarat yang harus ada untuk adanya pemerintahan yanh baik atau administrasi yang baik.

Tujuan Hukum Administrasi yang baik
            Dalam masa modern sekarang ini yang di pentingkan bukan “Hukum” administrasi akan tetapi administrasinya dan tercapainya tujuan dari administrasi dan kemakmuran bagi masyarakat, bukan tercapainya syarat formil saja. Ivor Jenings menyatakan bahwa hukum administrasi adalah hukum yang mengenai administrasi. Logemann juga menyatakan bahwa administrasi sebagai suatu organisasi, kekuasaan (gezagsorganisatie) bukan hukumnya yang di utamakan.
            Untuk sementara saya mengambil kesimpulan bahwa bukan hukum yang primair bagi pergaulan manusia. Hukum itu bukan menjadi tujuan tersendiri, akan tetapi hukum itu adalah alat belaka untuk mempertemukan lalu lintas antar manusia. Dalam pergaulan hidup manusia dibutuhkan kerja sama dalam berbagai hal agar kebutuhannya dapat dicapai, dan kerja sama ini membutuhkan suatu perasaan kepastian dan aturan-aturan yang dapat di pegang. Umpamanya dalam hal timbal balik perselisihan paham dan pertikaian. Hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan berdasarkan keseragaman dan kontinuitas perlakuan dalam hal-hal yang serupa, artinya dalam hal-hal yang sampai tidak diadakan perbedaan perlakuan, yang senantiasa berubah-ubah.

E.  Sanksi-sansi dalam hukum administrasi
            Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
     
Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.
Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB.
            Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran.
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RTRW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
            Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.
Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.

Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan
            Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.
Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.
            Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.

Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga.
Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan

Pengenaan Denda Administrasiinistratif
            Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.
Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Daftar Rujukan:

H.R, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2006.
Kumorotumo, Wahyudi, Etika Adminisrtrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,  2002.
M. Madson, Philipus, R. Sri Soemantri dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.2005.
Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2001.
Sunindhia, Y.W, Ninik Widiyanti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Thoha, Miftah, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Handayani Ridwan, Fully, (2010), “Hukum Administrasi Negara” PDF, Diakses pada hari Minggu, 03 Oktober 2010 pukul 15.00 WIB
Iskatrinah, (2007), “Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara”:
Mas’udi, (2001), Negara kesejahteraan dan hukum administrasi negara. Dalam SF.Marbun dkk (eds), Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press

Blogger
Disqus

No comments